Artikel ini saya tulis karena, jujur, saya rindu dengan
sosok striker seperti ini setiap kali menonton pertandingan sepakbola. Di era
sepakbola modern sekarang ini, keberadaan striker seperti ini sulit ditemui. Dewasa
ini, posisi ini seringkali terlihat hanya sebagai penghangat bangku cadangan.
Padahal, sejak tahun 80 hingga awal 2000, posisi ini selalu menjadi momok yang
menakutkan bagi bek-bek lawan.
Apa sih Goal Poacher
itu?
Goal Poacher identik dengan sebutan striker subur. Dalam
permainan sepakbola, posisi ini hanya bertugas sebagai pencetak gol, hanya
mencetak gol, itu saja. Mereka tidak begitu banyak terlibat dalam skema
strategi permainan sepakbola. Mereka hanya menunggu dan bergerak mencari ruang
di kotak pinalti sampai bola datang padanya. Goal Poacher tidak perlu tendangan
kuat, tubuh yang besar, ataupun teknik yang tinggi, namun Goal Poacher yang
hebat harus memiliki respons yang cepat, penempatan posisi yang tepat, dan
kemampuan finishing yang luar biasa, baik itu menggunakan kedua kakinya, kepala,
atau bahkan anggota tubuh lainnya. Akibatnya, seorang Goal Poacher selalu
mencetak gol yang lebih banyak dibandingkan dengan striker lainnya. Biasanya,
dalam formasi, striker ini selalu ditemani striker lain yang memilki tipe yang
berbeda (striker yang lebih terlibat dalam skema permainan).
Siapa aja Goal
Poacher yang terkenal?
Di Sepakbola Eropa, ada beberapa pemain yang sangat masyhur
karena punya kapasitas baik dalam posisi ini. Gerd Muller, Filippo Inzaghi,
Hernan Crespo, Christian Vieri, David Trezeguet, Ruud van Nistelrooy, Andy Cole,
Alan Shearer, Robbie Fowler, dll.
Dari nama-nama di atas, berdasarkan pengamatan saya di dunia
sepakbola sejak tahun 1999, Filippo Inzaghi dan Ruud van Nistelrooy merupakan
yang teratas. Hukumnya haram jika kita bicara tentang Goal Poacher, tapi kita
tidak menyebutkan kedua nama di atas. Karena menurut saya, mereka berdualah generasi
terakhir Goal Poacher terbaik hingga saat ini. Ciri khas mereka seperti yang
sudah saya sebutkan sebelumnya, yaitu, selalu berada di posisi yang tepat untuk
mencetak gol, finishing yang luar biasa, dan respon yang cepat. itulah skill
utama mereka.
Kalo masih ragu dengan pendapat saya, mari kita liat video2
ini. Perhatikan! hampir semua gol-gol mereka dicetak hanya di sekitar kotak
pinalti lawan. Tidak perlu power, tidak perlu lari yang cepat, tidak perlu
fisik yang kuat, hanya butuh penyelesaian akhir yang cantik.
Video tentang seluruh gol Super Pippo untuk AC Milan.
Video yang menunjukkan kualitas Nistelrooy sebagai Goal Poacher sejati. 219 pertandingan 150 gol.
Legenda sepakbola Belanda, Johan Cruyff, pernah berkomentar
tentang Super Pippo.
“He scores the most beautiful goals, but he doesn’t have any qualities.”
“He scores the most beautiful goals, but he doesn’t have any qualities.”
Dan juga van Nistelrooy.
“He is a great goalscorer. But a poor footballer.”
“He is a great goalscorer. But a poor footballer.”
Bahkan Jose Mourinho pernah berkomentar khusus tentang
Filippo Inzaghi saat AC Milan akan berhadapan dengan Real Madrid pada tahun
2010,
“He (Massimiliano Allegri) can play
with ten strikers if he wants, but if he plays Inzaghi it will be tougher. You
have to respect all these players, they can make a difference. I'd just prefer
it if 'Pippo' didn't play."
dimiliki Indonesia. Top skorer Piala Tiger tahun
2004 ini memperlihatkan keahliannya sebagai Goal Poacher pada kompetisi
tersebut sehingga menggeser tahta Bambang Pamungkas dan Kurniawan Dwi Yulianto
sebagai striker utama timnas Indonesia kala itu.
Di bawah ini video pertandingan Malaysia vs Indonesia (1-4), dimana
Ilham Jayakesuma mencetak gol ketiga. Gol ini benar-benar memperlihatkan
bahwa Ilham memiliki ciri seorang Goal Poacher sejati.
Penyebab hilangnya
Goal Poacher saat ini?
Menurut saya, ada 2 hal yang menyebabkan hilang atau
berkurangnya Goal Poacher saat ini, yaitu :
1. Semakin menjamurnya formasi 4-2-3-1 atau 4-4-1-1
di setiap klub di Eropa
Sejak kedatangan Mourinho di Chelsea, formasi ini semakin menjamur di setiap klub di Eropa. Hampir semua tim, menggunakan formasi ini sebagai formasi utama mereka di dalam setiap pertandingan. Formasi ini identik dengan striker tunggal yang biasanya diapit oleh pemain sayap yang seringkali ‘cut inside’ ke dalam kotak pinalti. Namun demikian, karena hanya bermain sendiri, striker dengan posisi ini dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan Goal Poacher murni. Striker tunggal ini biasanya bergerak ke dalam untuk menjemput bola sehingga memberikan ruang pemain tengah untuk melakukan overlapping. Shooting dari luar kotak pinalti, crossing dari sayap pun juga tidak jarang dilakukan striker tunggal ini untuk membuka ruang pertahanan lawan.
Sejak kedatangan Mourinho di Chelsea, formasi ini semakin menjamur di setiap klub di Eropa. Hampir semua tim, menggunakan formasi ini sebagai formasi utama mereka di dalam setiap pertandingan. Formasi ini identik dengan striker tunggal yang biasanya diapit oleh pemain sayap yang seringkali ‘cut inside’ ke dalam kotak pinalti. Namun demikian, karena hanya bermain sendiri, striker dengan posisi ini dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan Goal Poacher murni. Striker tunggal ini biasanya bergerak ke dalam untuk menjemput bola sehingga memberikan ruang pemain tengah untuk melakukan overlapping. Shooting dari luar kotak pinalti, crossing dari sayap pun juga tidak jarang dilakukan striker tunggal ini untuk membuka ruang pertahanan lawan.
Oleh karena itu, dengan keadaan sepakbola modern seperti ini, striker seperti
Zlatan Ibrahimovic, Didier Drogba, David Villa, Fernando Torres, Luis Suarez, Robin
Van Persie, Radamel Falcao, Carlos Tevez, dan striker yang memiliki kemampuan
lebih lainnya lebih disukai dan lebih cocok dengan gaya permainan dan formasi seperti
ini dibandingkan striker bertipe Goal Poacher murni. Mereka lebih bisa melakukan duel perebutan bola di udara, body charge, dribble,
solo run, atau bahkan shooting luar kotak pinalti dibandingkan Goal Poacher
murni.
2. Sistem pertahanan yang semakin rapat
Formasi 4-2-3-1 dan 4-4-1-1 ini juga membuat sistem pertahanan tim semakin ketat. Pasalnya, gelandang yang semakin banyak di tengah membuat support gelandang kepada bek semakin besar. Hal ini tentunya akan semakin menyulitkan pergerakan dari seorang striker. Jika striker tersebut tidak memiliki kemampuan untuk duel di udara, solo run, maupun kemampuan individu lain, akan semakin membuat pemain tersebut ‘mati’. Dengan formasi 4-2-3-1 atau 4-4-1-1 pula, sistem pressing semakin mudah dilakukan karena dekatnya jarak antara gelandang dan pemain bertahan. Hal ini tentunya akans semakin menyulitkan Goal Poacher murni untuk dapat mencetak gol secara konstan.
Formasi 4-2-3-1 dan 4-4-1-1 ini juga membuat sistem pertahanan tim semakin ketat. Pasalnya, gelandang yang semakin banyak di tengah membuat support gelandang kepada bek semakin besar. Hal ini tentunya akan semakin menyulitkan pergerakan dari seorang striker. Jika striker tersebut tidak memiliki kemampuan untuk duel di udara, solo run, maupun kemampuan individu lain, akan semakin membuat pemain tersebut ‘mati’. Dengan formasi 4-2-3-1 atau 4-4-1-1 pula, sistem pressing semakin mudah dilakukan karena dekatnya jarak antara gelandang dan pemain bertahan. Hal ini tentunya akans semakin menyulitkan Goal Poacher murni untuk dapat mencetak gol secara konstan.
Selain sistem pertahanan akibat formasi 4-2-3-1 yang semakin kuat, secara
individu, bek-bek di sepakbola Eropa bisa dibilang semakin kuat dari tahun
sebelumnya. 10 tahun lalu, bek-bek hebat selalu di dominasi oleh bek-bek asal
Italia (Alessandro Nesta, Paolo Maldini, Fabio Cannavaro, Marco Matterazzi).
Pada era sepakbola modern ini, bek-bek berkualitas pun bermunculan dari
berbagai macam negara di luar Italia, seperti
a. Inggris (John Terry, Rio Ferdinand, Gary Cahill),
b. Spanyol (Gerard Pique, Carles Puyol, Sergio
Ramos),
c. Serbia (Nemanja Vidic, Branislav Ivanovic, Neven
Subotic, Mateja Nastasic),
d. Jerman (Matt Hummels, Jerome Boateng),
e. Belgia (Daniel Van Buyten, Vincent Kompany,
Thomas Vermaelen, Jan Verthongen), dan bahkan
f.
Brazil (Thiago Silva, David Luiz)!!! yang selama
ini selalu masyhur dengan gelandang dan striker yang berteknik tinggi.
Munculnya bek-bek perkasa ini, tentunya akan semakin
mempersulit seorang Goal Poacher untuk dapat terus bertahan di sepakbola modern
ini.
Masih adakah Goal
Poacher tersisa?
Saat ini, hanya sedikit Goal Poacher yang tersisa. Menurut
pandangan saya, ada beberapa striker yang menurut saya mempunyai potensi untuk
menjadi penerus Inzaghi dan Nistelrooy sebagai Goal Poacher.
1. Robert Lewandowski
Striker satu ini mulai naik daun sejak tahun lalu. Performanya pada pertandingan
semifinal UCL melawan Real Madrid kemarin, menunjukkan kualitasnya sebagai Goal
Poacher sejati. Dengan sedikit pergerakan efektif di dalam kotak pinalti Real
Madrid, Lewandowski mampu memperdaya Sergio Ramos, Pepe dan Raphael Varane untuk
kemudian mengirim bola bersarang di gawang Diego Lopez sebanyak 4 kali. Oleh
karena itu wajar jika Manchester United sangat ingin mendatangkan pemain
berpaspor Polandia ini karena tipikal permainannya mirip dengan van Nistelrooy. Hanya saja, pemain satu ini lebih diuntungkan dalam situasi sepakbola
modern ini, karena memiliki tubuh yang sedikit lebih tinggi dan kekar
dibandingkan Goal Poacher lain.
2.
Javier ‘Chicharito’ Hernandez
Saya yakin bahwa semua orang sepakat jika nama ini merupakan salah satu Goal
Poacher yang berbakat. Gol-gol yang dicetaknya pun sangat ajaib dan terkesan
tidak disangka-sangka. Dia membuat seolah-olah bahwa dia selalu tahu kemana
arah bola itu akan datang. Namun, saat ini dia harus berjuang memperebutkan posisinya bersaing dengan Daniel Welbeck dan Robin van Persie.
Semoga di tahun beberapa tahun ke depan akan muncul lagi striker-striker Goal Poacher murni yang akan memberikan warna yang berbeda dalam dunia sepakbola modern ini.
semoga saja :-)
ReplyDeleteaamiiin :)
DeleteSekarang masih ada gan namanya Harry kane
ReplyDelete