Pages

Monday, April 15, 2013

Rahasia dibalik kesuksesan TREBLE WINNER


Istilah Treble Winner digunakan untuk suatu tim sepakbola yang dapat memenangi tiga trofi kompetisi dalam satu musim. Dari berbagai macam jenis Treble winner yang ada, yang paling bergengsi adalah jenis Continental Treble.
Apa itu Continental Treble?

Continental Treble itu adalah jika suatu tim dapat memenangi Kompetisi Liga Utama di negaranya, Kompetisi terbesar kedua di negaranya, dan ditambah 1 trofi paling bergengsi di Benua nya, dalam satu musim. Kalau di Eropa, Trofi “Big Ears” menjadi berhalanya. Hanya ada 6 tim dari 5 negara Eropa yang berhasil memenangi Treble Winner. Tim tersebut adalah:

Glasgow Celtic, Skotlandia, 1966-1967 : Scottish Football League, Scottish Cup, European Cup
Ajax Amsterdam, Belanda, 1971-1972 : Eredivise, KNVB Cup, European Cup
PSV Eindhoven, Belanda, 1987-1988 : Eredivise, KNVB Cup, European Cup
Manchester United, Inggris, 1998-1999 : FA Premier League, FA Cup, UEFA Champions League
Barcelona, Spanyol, 2008-2009 : La Liga, Copa del Rey, UEFA Champions League
Inter Milan, Italia, 2009-2010 : Serie-A, Coppa Italia, UEFA Champions League
Nah, di tulisan ini saya mencoba mengulas rahasia dibalik suksesnya tim-tim tersebut merengkuh Treble yang diimpi2kan setiap tim di Eropa itu. Karena saya lahir di tahun 90 dan baru mengikuti perkembangan sepakbola itu sejak Piala Dunia 1998, jadi saya mencoba menganalisis dari tahun 1998. Untuk pemenang Treble sebelum tahun 1990, analisis yang dilakukan cukup sulit karena sumber referensi yang akurat sulit diperoleh dan secara nyata saya juga tidak menyaksikan.

Berdasarkan apa yang sudah dijalani oleh Manchester United, Barcelona, dan Inter Milan saat memenangi Treble, secara umum rahasia keberhasilan tim-tim tersebut saya bagi ke dalam 4 poin besar, yaitu:

1. Tim dengan pemain berkualitas dan skuad yang dalam.

      Saya rasa hampir semua pengamat sepakbola sepakat dengan poin ini. Selain tim dengan materi pemain yang baik dan berkualitas, kedalaman skuad yang baik juga sangat penting. Yang dimaksud kedalaman skuad disini adalah tim tersebut memiliki materi pemain yang tidak jauh berbeda kualitasnya baik di skuad inti maupun cadangan.

Hal ini jelas dibutuhkan karena tim tersebut harus melakoni tiga kompetisi dalam performa apik dan konsisten sepanjang musim. Akhir musim adalah masa-masa yang paling krusial, dimana tim tersebut masih harus melakoni tiga kompetisi dengan laga-laga yang sangat menentukan. Kelengahan sedikit saja dapat menyebabkan terbangnya satu, dua atau bahkan ketiga tropi yang menjadi incaran tersebut.
Maka dari itu, skema rotasi pemain sudah barang tentu menjadi pilihan yang mau tidak mau harus digunakan untuk dapat melalui musim yang padat tersebut. Hal ini jugalah yang dilakoni Sir Alex Ferguson,  Pep Guardiola, dan Jose Mourinho saat membawa Manchester United, Barcelona, dan Inter Milan merengkuh Treble Winner.

Berikut ini line-up utama dan cadangan versi saya untuk tim-tim tersebut di musim mereka merengkuh Treble Winner. Mohon diperhatikan, jika ada yang salah mohon dikoreksi, yah itung2 skalian sambil flashback kenangan-kenangan masa itu.
Line-up Inti dan Cadangan Barcelona saat Treble
Line-up Inti dan Cadangan Barcelona saat Treble

Line-up Inti dan Cadangan Inter Milan saat Treble

Kalau melihat materi-materi pemain yang dimiliki ketiga tim tersebut saat itu, maka sungguh wajar jika mereka akhirnya mampu memenangi Treble Winner tersebut. Tim tersebut memiliki syarat utama yang dibutuhkan yaitu tim tersebut memiliki pelapis yang kurang lebih setara kualitasnya di setiap lininya sehingga ketika harus menempuh jadwal yang padat dalam 1 pekan, skema rotasi dapat dijalankan.

2.       Tim memiliki pemain yang bermental baik dan bisa menjadi pembeda

      menurut saya, faktor ini juga seingkali menjadi penentu, terutama untuk pertandingan-pertandingan yang penuh gengsi di UCL. Seperti yang sudah sering saya katakan dalam prediksi-prediksi saya, dalam pertandingan besar, jika faktor materi pemain dan cara bermain kedua tim itu setara, yang membedakan adalah kualitas dari mental tim tersebut. Mental ini akan sangat terlihat perannya dalam keadaan-keadaan gening dan menentukan.

Selain itu, tim tersebut juga harus memiliki pemain-pemain yang bisa memberikan peran penting dalam kondisi genting. Misalnya pemain yang bisa mencetak gol-gol penting di tengah kebuntuan atau kondisi tertingga atau bisa juga seorang kiper yang dapat melakukan penyelamatan-penyelamatan penting di momen krusial. Itulah yang dimiliki oleh Manchester United, Barcelona dan Inter Milan saat memenangi Treble.

MU di tahun 99 punya Peter Schmeichel dengan penyelamatan2 eksentriknya, David Beckham dengan set piecesnya, Ryan Giggs dengan tusukan dan solo run nya, dan Ole Gunnar Solksjaer yang rajin mencetak gol-gol penting dalam perannya sebagai super-sub.

Barcelona tahun 2009 pun juga begitu. mereka memiliki Lionel Messi yang ajaib, Andres Iniesta dengan gol-gol penentu nya di menit akhir, Samuel Eto’o dengan positioning yang luar biasa, dan Carles Puyol yang rajin bikin gol-gol heading dari set pieces.

Tahun 2010 pun juga seperti itu, Inter Milan memiliki Julio Cesar yang tangguh di bawah mistar gawang, Douglas Maicon yang overlappingnya dapat mengacaukan pertahanan lawan dan tidak jarang membuat gol-gol penentu, Wesley Sneijder yang memegang peranan jendral yang juga rajin mencetak gol dan Diego Milito dengan gol-gol pentingnya.

3.       Waktu yang tepat

      Selain dua faktor sebelumnya, menurut saya faktor ini juga faktor yang tidak kalah penting.

Apa yang dimaksud waktu yang tepat disini?

Yang dimaksud waktu yang tepat adalah pada musim saat meraih Treble, tim tersebut sedang berada dalam kondisi persaingan yang tidak ketat di negaranya. Ini yang dialami Manchester United, Barcelona dan Inter Milan waktu itu. Pesaing2 ketiga tim tersebut di negaranya, sedang dalam performa yang tidak maksimal pada musim tersebut. Karena persaingan di negaranya tidak begitu ketat, maka tim tersebut bisa lebih berkonsentrasi di ajang UCL yang notabenenya kompetisi paling ketat di Eropa sehingga skema rotasi pemain dapat dilakukan.

Di musim 1998/1999, MU finish di urutan 1, Arsenal finish di posisi 2, Liverpool finish di posisi 7, Chelsea di posisi 3, dan Manchester City ada di Divisi dua. Hehe :p. Walaupun Chelsea mampu finish di posisi 3, namun hanya Arsenal yang mampu mengimbangi MU secara permainan dan materi pemain. Saat itu, Arsenal diisi oleh pemain macam Dennis Bergkamp, Lee Dixon, Tony Adams, Marc Overmars, Patrick Vieira, Emmanuel Petit, dan Nicolas Anelka.

Menurut saya, MU di musim 2007/2008 yang diperkuat oleh trio Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney, dan Carlos Tevez, jauh lebih kuat dibandingkan MU di musim 1998/1999. Namun di musim 2007/2008, MU gagal merengkuh Treble Winner dan hanya mampu meraih Double Winner (FA Premier League dan UCL). Hal tersebut disebabkan karena di musim 2007/2008 tim-tim Inggris sedang dalam performa terbaik dan dalam persaingan yang sangat ketat. Chelsea, Arsenal dan Liverpool menjadi kompetitor yang benar-benar menyulitkan MU kala itu.

Hal yang serupa juga terjadi pada Barcelona  di musim 2008/2009. Kita semua tahu bahwa persaingan ketat di La Liga didominasi oleh Barcelona dan Real Madrid. Namun demikian, di musim 2008/2009, Real Madrid bukan Real Madrid yang kita lihat dalam 3 tahun terakhir ini. Performa Madrid saat itu sedang dalam masa transisi untuk membentuk Galacticos kedua. Maka dari itu, karena persaingan di La Liga dan Copa del Rey tidak begitu ketat, maka Barcelona bisa lebih konsentrasi mempersiapkan pertandingan-pertandingan di UCL sehingga Treble Winner pun dapat direngkuh.

Sebagai bukti adalah di musim 2010/2011. Bisa dibilang materi Barcelona di musim tersebut lebih baik dari musim 2008/2009 karena masuknya David Villa dan semakin ciamiknya tiki-taka yang dibangun Pep Guardiola, namun saat itu Real Madrid juga sudah lebih solid ditambah kekuatan dari Cristiano Ronaldo dan pelatih jempolan, Jose Mourinho. Alhasil, di musim 2010/2011, Barcelona hanya mampu menggondol Double Winner, karena Copa del Rey sudah direbut oleh Real Madrid.

Inter Milan di musim 2009/2010 juga mengalami itu. Di musim tersebut Serie-A Italia jauh dari apa yang dimiliki Serie-A di akhir tahun 90-an, yaitu Magnificent Seven. Dimana saat itu, Italia memiliki:
Juventus dengan trio Del Piero-Inzaghi-Zidane,
AC Milan dengan trio Boban-Bierhoff-Weah,
Inter Milan dengan Roberto Baggio-Ronaldo-Recoba,
Roma dengan Cafu-Totti-Delvecchio,
Lazio dengan Nesta-Nedved-Vieri,
Parma dengan Buffon-Cannavaro-Thuram-Crespo, dan
Fiorentina dengan Rui Costa dan Gabriel Batistuta nya.

Sementara itu, yang terjadi di musim 2009/2010 adalah Juventus sedang bangkit setelah kasus Calciopoli menghancurkan skuadnya, AC Milan baru saja ditinggal Kaka dan hanya menyisakan pemain-pemain tua, Roma hanya menyisakan Fransesco Totti dan pemain-pemain muda, dan tim lain yang sudah lama hilang dari peredaran sejak beberapa tahun lalu. Hal tersebut praktis menempatkan Inter Milan sebagai satu-satu nya tim yang paling kuat di Serie-A. Oeh karena itu fokus Inter Milan dapat dititikberatkan pada UCL.

Maka dari itu, masalah waktu ini terbukti menjadi faktor yang penting bagaimana suatu tim mampu meraih Treble Winner.

     4.       Keberuntungan

Faktor yang keempat ini juga faktor yang tidak kalah penting dibandingkan tiga faktor lainnya. Hal ini mirip dengan apa yang banyak dikatakan orang bahwa “Orang pintar itu akan kalah dengan Orang yang Bejo (Beruntung)”. Sebagus-bagusnya materi dan pemain suatu tim tetap akan kalah dari tim yang saat itu keberuntungannya sedang baik. Tim yang memang saat itu sudah ditakdirkan untuk menang, sejelek apapun tim tersebut bermain tim tersebut tetap akan memenangkan pertandingan. Oleh karena ketatnya pertandingan dan sangat berkualitasnya klub-klub yang bermain di UCL, keberuntungan seringkali jadi pembeda dalam pertandingan-pertandingan penting. Keberuntungan disini bukan hanya dalam artian tim lawan yang mempunyai banyak kesempatan kemudian tidak bisa mencetak gol, namun juga terkait masalah keputusan-keputusan wasit yang lebih menguntungkan tim yang sedang dilanda keberuntungan tersebut. Nah dalam hal ini, dalam perjalanannya merengkuh Treble Winner, Manchester United, Barcelona, dan Inter Milan pun juga dinaungi keberuntungan yang menyebabkan mereka dapat melaju ke fase selanjutnya. Berikut ini kejadian yang menguntungkan ketiga tim tersebut dalam perjalanan mereka merengkuh Treble Winner.

Manchester United Final UCL 1999, vs Bayern Muenchen
Keberuntungan dalam kasus MU ini lebih kepada akibat dari mentalitas dan semangat pantang menyerah dari pasukan Alex Ferguson. Pada awalnya, Bayern Muenchen begitu mendominasi jalannya pertandingan dan akhirnya berhasil mencetak gol terlebih dahulu melalui tendangan bebas Mario Basler. Meskipun MU lebih mendominasi secara ball possession, namun Bayern Muenchen memiliki lebih banyak kesempatan melalui counter attack. Selama pertandingan, Bayern Muenchen berkesempatan untuk dapat menambah keunggulan namun kesempatan-kesempatan tersebut berakhir pada penyelamatan gemilang dari Peter Schmeichel dan penyelamatan dari tiang atau mistar gawang. Menjelang berakhirnya pertandingan, MU berhasil mencetak 2 gol “keberuntungan” karena dua-duanya lahir dari kemelut yang ada di depan gawang Oliver Kahn. Gol tersebut bermula dari tendangan pojok yang dilakukan oleh David Beckham yang kemudian bergerak kesana kemari di kotak pinalti. Pada akhirnya, Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solksjaer mampu menceploskan bola liar dalam masa-masa injury time. Berikut ini cuplikan pertandingan dari MU vs Bayern Muenchen di Final UCL Tahun 1999.
https://www.youtube.com/watch?v=AMiWFlMQNFs

Barcelona
Semifinal UCL 2009, vs Chelsea
Saat itu Barcelona lolos dengan aggregate 1-1 karena berhasil mencetak gol di kandang lawan lebih banyak. Namun demikian dalam pertandingan di Stamford Bridge yang berakhir dengan 1-1 tersebut, Chelsea dirugikan karena terdapat 4 pelanggaran yang terjadi di kotak pinalti dimana oleh wasit Tom Henning Ovrebo keempat pelanggaran tersebut dianggapnya bukan merupakan sebuah pelanggaran. Pada akhir pertandingan banyak pemain Chelsea yang melakukan protes. Didier Drogba merupakan pemain yang melakukan protes terkeras dengan mengatakan ke kamera “it is a f***ing Disgrace!”. Video lebih jelasnya tentang keputusan-keputusan controversial tersebut ada di link di bawah ini. 

Gerard Pique's Handball inside the box

Inter Milan
Semifinal UCL 2010, vs Barcelona.
Barcelona yang musim sebelumnya berhasil merengkuh Treble Winner, ingin kembali mengulang apa yang diperoleh musim lalu, namun pada musim ini mereka harus berahadpaan dengan Inter Milan yang dibesut oleh Jose Mourinho. Pada pertandingan ini Inter lolos ke final dengan aggregate 3-2 atas kemenangan 3-1 di Giuseppe Meazza dan kalah 0-1 di Nou Camp. Keberuntungan yang pertama adalah pertandingan ini sebenernya diawali oleh keletihan para pemain Barcelona yang harus menempuh perjalanan bus dari Catalan ke kota Milan akibat adanya letusan gunung berapi di Polandia waktu itu. Pada saat pertandingan, beberapa keputusan wasit juga merugikan Barcelona. Diantaranya gol offside Diego Miliito di Giuseppe Meazza, dan beberapa pelanggaran pemain Inter terhadap pemain Barcelona di kotak pinalti yang berujung tidak dihadiahkannya tendangan pinalti untuk Barcelona. Link di bawah ini juga menunjukkan kejadian-kejadian yang sudah saya sebutkan di atas.




Dengan memiliki keempat poin penting di atas, dapat saya pastikan bahwa, tim tersebut dengan segera akan memperoleh label Treble Winner yang benar-benar diimpikan oleh setiap tim sepakbola di Eropa.

Nah, untuk musim ini Bayern Muenchen yang paling mungkin untuk meraih gelar Treble tersebut mengingat kondisi Bayern Muenchen sekarnags udah memegang gelar jawara Bundesliga dan sekarang tinggal fokus menyelesaikan misinya di DFB Poka semifinal dengan Wolfsburg dan UCL semifinal saat bertemu Barcelona. Dengan kekalahan yang terekam dengan jelas dalam memori skuadnya, seharusnya Bayern Muenchen bisa merengkuh, setidaknya gelar UCL musim ini.

2 comments: