Bahasan ini sangat menarik untuk
siapa saja yang ingin memahami tentang fenomena yang ada pada bahan bakar. Ketiga istilah ini pasti akan ditemukan jika kita mulai mendalami masalah bahan bakar, karena sebenarnya ketiga istilah ini merupakan pengetahuan dasar dalam prosedur keselamatan kerja yang berkaitan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar/meledak
Namun karena saya tidak begitu
tahu terjemahan Bahasa Indonesia dari ketiga istilah serapan tersebut, jadi,
untuk kesempatan kali ini saya akan mencetak miring ketiga istilah tersebut.
Harap maklum. Hehe.
Topik ini saya pahami setelah
saya melakukan diskusi dengan teman saya di kampus. Dan untuk kesekian kalinya,
saya harus banyak bersyukur dengan berkesempatan untuk melanjutkan studi S2
lagi. Ternyata banyak hal yang saya ketahui saat S1 hanya sekedar untuk “lolos”
dari mata kuliah tertentu, menjadi sesuatu yang lebih saya pahami esensinya
akhir-akhir ini. Yap, memang belajar itu bisa dilakukan dimana saja, saya juga
mengamini opini tersebut. Namun demikian, dengan “menjadi mahasiswa” kembali,
akan lebih menempatkan kita pada posisi yang “lebih rendah” karena kita selalu punya dosen yang pengetahuannya jauh di atas kita.
Oke kembali ke topik. Jadi
intinya, saya jadi penasaran dengan topik ini setelah salah seorang teman saya
yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya bertanya kepada saya tentang,
“Bisa enggak sih bensin (premium) digunakan pada mesin diesel atau solar
digunakan pada mesin bensin?”
Meskipun tugas akhir S1 saya
bukan tentang mesin pembakaran internal (internal
combustion engine), saya cukup tersentak dan tersindir dengan pertanyaan
itu. Karena sebagai seorang Sarjana Teknik Mesin, pada saat itu, saya tidak mampu
menjelaskan atau malah mungkin cenderung lebih menyesatkan rekan saya yang
notabene-nya, saat itu, adalah seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan Tugas
Akhir untuk gelar sarjananya. Perasaan malu dan gengsi sudah jelas bercampur
aduk di dalam benak saya saat itu.
Akhirnya, saya melakukan riset
kecil-kecilan tentang topik ini, dan saya terhenti dengan tiga istilah yang
saya temukan di internet, yaitu, Flash
Point Temperature, Fire Point Temperature, dan Auto-Ignition Temperature. Berdasarkan informasi-informasi yang
saya dapat dari dunia maya tersebut, saya mencoba menjelaskan kedua istilah
tersebut dengan bahasa saya sendiri.
Oke, jadi…..
Temperatur Flash Point adalah temperatur saat bahan bakar akan menghasilkan
api (terbakar) jika dikenai sumber api. Namun demikian, kondisi tersebut hanya bertahan
beberapa saat saja. Setelah timbul api, maka api akan mati dalam waktu yang
tidak lama kemudian. Kenapa seperti itu? Hal ini disebabkan karena kondisi
tersebut belum cukup untuk membuat bahan bakar bereaksi untuk menghasilkan api
lagi (api yang kontinu).
Oleh karena itu, ada yang disebut
lagi dengan Temperatur Fire Point.
Temperatur Fire Point adalah
temperatur saat api akan hidup secara terus-menerus dari bahan bakar yang telah
dikenai sumber api. Selama bahan bakar dan oksigen pada lingkungan tersebut
tersedia, maka api akan terus menyala.
Nah, yang terakhir adalah
Temperatur Auto-Ignition. Dari
bahasanya saja juga sudah terlihat jelas. Kondisi ini adalah temperatur saat bahan bakar akan menghasilkan api dengan sendirinya tanpa
harus ada sumber api. Dalam temperatur ini, bahan bakar hanya membutuhkan
oksigen untuk dapat menghasilkan api.
Dengan mengetahui perbedaan
ketiga kondisi tersebut, banyak manfaat yang bisa diterapkan. Salah satu
aplikasi yang sering kita lihat adalah standardisasi yang diberikan untuk suatu
zat terhadap potensinya dalam menghasilkan ledakan/api. Adanya standardisasi
ini, akan menambah tingkat kewaspadaan kita terhadap zat-zat yang memiliki
potensi untuk meledak/terbakar. Biar enggak begitu bingung terhadap perbedaannya,
ilustrasinya bisa dilihat di video di bawah ini. Video ini akan menunjukkan
secara jelas perbedaan Flash Point, Fire Point, dan Auto-Ignition.
Gimana? Udah kebayang kan? Coba
dulu, jaman S1 aja ada praktikum kayak gini….hehe (*alasan)
Nah selanjutnya, saya mau
nampilin tabel yang menunjukkan kondisi Flash
Point, Fire Point, dan Auto-Ignition dari beberapa bahan bakar
yang ada. Tabel ini saya ambil dari beberapa sumber yang cukup valid. Namun
demikian, biasanya tabel yang ada hanya memberikan temperatur Flash Point dan Auto-Ignition, karena keduanya adalah kondisi ekstrem sehingga
lebih mudah diidentifikasi. Sementara itu, Fire
Point itu cukup sulit untuk diidentifikasi kondisinya.
Fuel
|
Flash
Point Temperature
|
Auto-ignition
Temperature
|
Etanol (70%)
|
16.6 °C
|
363 °C
|
Bensin
|
-43 °C
|
280 °C
|
Diesel
|
> 52 °C
|
256 °C
|
Jet Fuel
|
> 60 °C
|
210 °C
|
Parafin
|
38-72 °C
|
220 °C
|
Oke, karena kita mau mengarah
menjawab pertanyaan inti di atas, mari kita fokuskan pada kondisi auto-ignition
dari bahan bakar bensin dan solar seperti yang ditunjukkan yang bercetak merah
di atas. Dari tabel di atas, dapat kita
ketahui bahwa:
Bensin memiliki temperatur
auto-ignition yang lebih tinggi
dibandingkan dengan temperatur auto-ignition
yang dimiliki solar.
Kemudian, apa hubungan kedua hal
tersebut dengan Mesin Bensin (Otto) dan Motor Diesel?
Seperti yang sudah dijelaskan
pada tulisan sebelumnya, salah satu perbedaan mencolok antara Mesin Bensin dan Mesin
Diesel adalah pada cara memulai pembakarannya. Pembakaran pada Mesin Bensin
dipicu oleh percikan api dari busi sedangkan pembakaran pada Mesin Diesel menggunakan
prinsip auto-ignition akibat tekanan
tinggi pada ruang bakarnya. Kemudian, pada prinsipnya, kita menginginkan waktu
pembakaran yang tepat untuk setiap motor pembakaran dalam, baik itu mesin
bensin atau diesel. Oleh karena kedua prinsip pembakaran mesin tersebut
berbeda, maka kita membutuhkan bahan bakar yang berbeda karakteristiknya pula.
Bensin yang memiliki kondisi auto-ignition yang lebih tinggi dari solar, karena kita tidak menginginkan
terjadinya auto-ignition pada mesin bensin. Hanya percikan api dari busi yang boleh
menjadi penyebab pembakaran di mesin bensin. Bensin dengan kualitas yang lebih bagus,
akan memiliki bilangan oktan yang lebih tinggi. Dengan bilangan oktan yang
lebih tinggi, maka bensin akan memiliki ketahanan terhadap auto-ignition yang berarti bahwa pembakaran hanya akan terjadi jika
terdapat percikan api dari busi.
Sementara itu, solar memiliki temperatur
auto-ignition yang lebih rendah dari
bensin. Solar adalah bahan bakar yang cocok untuk mesin diesel. Hal ini
disebabkan karena mesin diesel menggunakan prinsip auto-ignition pada proses pembakarannya, tanpa adanya percikan api
dari busi. Pembakaran akan terjadi ketika solar dan udara bertemu dan dalam
kondisi tekanan tinggi. Solar dengan kualitas yang semakin baik, akan memiliki
bilangan setan yang lebih tinggi. Bilangan setan yang lebih tinggi berarti
solar akan memberikan pembakaran yang lebih cepat (auto-ignition nya lebih cepat).
Kemudian, jika solar kita
masukkan ke mesin bensin, kira-kira apa yang akan terjadi? Karena kondisi temperatur auto-ignition dari solar lebih rendah
dibandingkan dengan bensin, maka dalam keadaan tersebut, bahan bakar solar dapat
meledak terlebih dahulu sebelum diawali percikan api dari busi (di luar waktu
pengapian). Tidak tepatnya waktu pembakaran seperti ini, tentunya akan sangat
merugikan bagi mesin bensin karena daya yang dihasilkan bukan daya semestinya
(lebih rendah dari semestinya).
Sedangkan, jika kita masukkan bensin sebagai bahan bakar mesin diesel, maka kemungkinan besar, bensin tidak
terbakar seluruhnya di ruang bakar mesin diesel. Hal ini disebabkan karena
temperatur auto-ignition dari bensin
lebih tinggi dari solar. Kejadian ini akan menimbulkan ketidakefisienan pada mesin
diesel yang notabene-nya membutuhkan bahan bakar yang lebih cepat terbakar.
Oleh karena itu, jika ingin
menggunakan bensin ke dalam mesin diesel ataupun sebaliknya, harus dilakukan
modifikasi terlebih dahulu. Jika kita tidak melakukan perubahan tersebut, maka tidak
mungkin mesin-mesin tersebut berjalan dengan semestinya. Akan tetapi, menurut
saya pribadi, pada dasarnya bahan bakar solar dan bensin memang diperuntukkan
untuk masing-masing mesin diesel dan mesin bensin. Dan penciptaan kedua
bahan bakar tersebut karena berdasarkan kebutuhan
dan persyaratan-persyaratan yang diinginkan oleh keduanya.
Jadi, kesimpulannya adalah,
bensin bisa digunakan pada mesin diesel dan solar dengan melakukan modifikasi
pada mesinnya meskipun jika ditinjau dari efisiensinya, efisiensi yang dapat
diraih belum tentu sebaik kondisi normalnya. Namun demikian, pada hakikatnya, solar dan bensin itu diciptakan karena kebutuhan dan persyaratan dari masing-masing mesin
diesel dan mesin bensin itu sendiri.
Saiki, Kenapa pesawat gag pake solar ato bensin??
ReplyDeleteklo boleh bantu jawab, kemungkinan dilihat dari massa jenis masing2 bahan bakar, karena untuk pesawat kan klo misalkan massa jenisnya tinggi maka akan tidak ekonomis, karena dia terbang sudah membawa penumpang dan bawa bahan bakar pula, bisa semakin berat massa jenis bahan bakar, maka akan semakin tidak ekonomis. lagipula pesawat terbang itu terbang diatas (ya iyalah) dan gabisa seenaknya ngisi bahan bakar di udara. dan juga klo ga salah sih jumlah ikatan C pada bahan bakar pesawat lebih sedikit dibanding dengan Solar, bahkan bensin.
Deleteini sekedar pemikiran awam saja, terimakasih..:D
CMIIW
terimkasih buat mas anonymous, karo sudah berkunjung dan membuka ruang diskusi yang menarik.
Deletedan selanjutnya, makasih jar, udah berkunjung ama bantu jawab. kumaha kabar maneh? hehe.
saya senada dengan apa yang sudah dipaparkan mas fajar pada komen di atas. Prinsipnya, bahan bakar itu diciptakan karena ada kriteria2 yang diminta oleh mesin itu sendiri.
sebenernya gas turbine itu lebih fleksibel dalam menerima bahan bakar apa saja. cuma masalahnya ada prosedur dan kriteria yang disyaratkan pada sistem keamanan pesawat.
trus kenapa enggak bensin? saya coba kasih gambaran sederhana.
kita tahu bahwa flash point bensin itu sangat rendah (bisa sampai -40 C). Sementara, ketika terbang dalam ketinggian sekitar 9000 m, temepratur di sektiar pesawat itu sekitar -40C sd - 50C. Kondisi ini tentu dihindari, untuk tujuan keselamatan.
Selain itu, kandungan energi dalam bensin, juga lebih rendah dibandingkan dengan Jet Fuel.
trus kenapa enggak solar? kan kandungan energinya tinggi, lebih tinggi dari Jet Fuel.
Nah, itu dia msalahnya. tingginya kandungan energi di solar itu karena C-nya yang lebih panjang. Akibatnya, wujud solar menjadi lebih kental dari bensin. Nah, kalo begini keadaannya, gimana coba akibatnya kalo si solar itu dibawa pada ketinggian 900 meter. kira2 bakal beku gak ya?
ditambah lagi, persis seperti yang dikatakan mas fajar di atas, karena massa jenisnya lebih besar maka viskositas solar terlampau tinggi dibandingkan dengan Jet Fuel. tidak cocok sebagai bahan bakar pada mesin pesawat.
cmiiw.
kenapa pesawat bukan solar bahan bakarnya, karena pesawat mengunakan mesin turbo yang membantu daya temperature tinggi, makanya kaca pesawat itu dobel dan di tengah kaca itu ada udara yg sirkulasi utk mendinginkan mesin turbo agar penumpang merasa nyaman
Deletekenapa pesawat bukan solar bahan bakarnya, karena pesawat mengunakan mesin turbo yang membantu daya temperature tinggi, makanya kaca pesawat itu dobel dan di tengah kaca itu ada udara yg sirkulasi utk mendinginkan mesin turbo agar penumpang merasa nyaman
Deletekenapa ya, di kilang minyak,untuk kendaraan bermotor boleh masuk tapi hanya yang berbahan bakar solar bukan premium ?
ReplyDeleteSepertinya sudah dijelaskan dengan cukup baik oleh mas dhanur dhara di bawah.
Deletemungkin sedikit menambahkan.
Sistem pencampuran bahan bakar dan udara pada motor bensin terjadi sebelum di karburator dan pada tekanan yang atmosfer. Jika terjadi ledakan di dalam ruang pembakaran, dan pada suatu kondisi katup intake dari ruang mesin masih terbuka, maka api yang terbentuk dikhawatirkan akan menyambar sistem pencampuran bahan bakar, karburator dan akan terus merambat hingga tangki bahan bakar. Kemungkinan terburuknya, akan terbawa sampai tangki penyimpanan bensin di SPBU. Akan timbul kecelakaan yang fatal.
Selain itu, solar mempunya titik flash point yang lebih tinggi dari bensin. Solar hanya akan terbakar pada tekanan dan temperatur tinggi, tidak pada temperatur lingkungan. Sehingga ada api yang menyambar solar pada tekanan dan temperatur atmosfer, maka, solar tetap tidak akan terbakar.
@saptono al. karena pada kendaraan yang berbahan bakar premium pembakarannya dipicu oleh spark plug(busi), nah busi ini kan ngeluarin percikan api mas. bisa terjadi kemungkinan klo ada gas bocor ato minyak bocor akan bisa memicu gas/minyak terbakar atau bisa juga membakar equipment di sekitar. sedangkan kendaraan solar kan tidak memakai busi, pembakarannya hanya memakai tekanan tinggi. mungkin bisa menjawab :) terima kasih
ReplyDeleteTerimakasih sudah dibantu menjawab dhanur dhara
Deletemakasih ya mas adrian, ilmunya bermanfaat :) salam kenal
ReplyDeleteTerimakasih dhanur dhara sudah mampir di blog saya. salam sukses!
DeleteTerimakasih sudah mampir!
ReplyDeleteTerima kasih tuan...penerangan yg cukup mantap, saya mencari makna Flash point untuk Transfomer Oil ( mineral oil / sintatic oil) kerana penting utk mengelak kebakaran jika berlaku flashover/explode pada Transfomer t kasih tuan
ReplyDeleteTerima kasih tuan...penerangan yg cukup mantap, saya mencari makna Flash point untuk Transfomer Oil ( mineral oil / sintatic oil) kerana penting utk mengelak kebakaran jika berlaku flashover/explode pada Transfomer t kasih tuan
ReplyDeleteMas saya mau tanya lebih lengkap nya tentang flash point IDO dan MFO,,kemudian flash point bahan bakar gas itu brapa yah??
ReplyDeleteterima kasih gan postingannya sangat membantu, sudah saya follow gan, kalau tidak keberatan followback di www.cronyoz.net ya gan. :)
ReplyDeleteTerima kasih mas postingannya, semoga ilmunya barokah..
ReplyDeletemas, mau bertanya tentang sistem kerja mesin bensin, suatu mesin bensin dengan rasio kompresi yang rendah ketika menggunakan bahan bakar dengan oktan rendah pembakarannya akan lebih sempurna dan menghasilkan daya yang tinggi. nah jika memakai bahan bakar dengan oktan tinggi pada mesin berasio kompresi rendah tersebut apakah daya yang dihasilkan akan lebih rendah dari pada dengan menggunakan oktan rendah? jika emang akan lebih rendah apa penyebabnya dan bagaimana proses pembakaran yang terjadi. karena saya sering dengar kalo rasio kompresi tinggi diharuskan memakai oktan tinggi. begitu pula sebaliknya. mohon bantuan jawabannya ya mas..
ReplyDelete“Sifat bahan bakar kan berbeda dengan oli atau minyak rem. Jika BBM kalengan itu disimpan dalam suhu panas, ya bisa bereaksi. BBM disimpan di bagasi, macet panjang, suhu panas, saya khawatir terjadi ledakan,” kata Anggota Komisi VII DPR Joko Purwanto Minggu (12/7/2015).
ReplyDeletehttp://jateng.tribunnews.com/2015/07/13/awas-bbm-kemasan-bisa-meledak-bila-disimpan-dalam-suhu-panas
ARTIKEL DI ATAS ADALAH KEKAWATIRAN MEMBAWA BBM DALAM KEMASAN KALENG, TADINYA SAYA MAU INISIATIF UTK MEMBAWA BENSIN CADANGAN DI MOTOR, SETELAH SAYA MEMBACA ARTIKEL TSB JADI RAGU.
NAMUN SETELAH MEMBACA BLOG INI KOK TEORINYA BERBEDA YA.....
YANG SAYA SIMPULKAN DARI BLOG INI ADALAH
BENSIN DLM KEMASAN KALENG BISA DIANGGAP AMAN KRN SAYA PIKIR GAK MUNGKIN AKAN TERJADI SUHU PANAS HINGGA 100 DERAJAT DI SIANG HARI, SEDANGKAN BENSIN DALAM KEMASAN AKAN MELEDAK JIKA PADA TEMPERATUR "AUTO IGNITION TEMP" YAITU 280 derajat
tolong kasi penjelasan mengenai maksud dari flash api dan peredamnya serta dimana posisi flash api dan peredamnya dipasang di kapal tanker
ReplyDeletepenulisannya perlu belajar bahasa indonesia yang benar, biar dibaca dan dipahami orang lain, saya pengalaman 34 tahun diperminyakan... agak
ReplyDelete